perdagangan efek tanpa warkat
Scriptless trading
(perdagangan efek tanpa warkat) telah menjadi tren baru perdagangan
saham. Selain mudah, cara ini mengeliminasi batasan tempat dan waktu.
Namun jangan gembira dulu, cara ini masih bermasalah.
Hal tersebut terungkap dalam seminar yang bertema "Scriptless Trading Menuju Online Trading" pada Rabu
(1/11) di Jakarta. Tampil sebagai pembicara dalam seminar tyersebut,
antara lain Mas Achmad Daniri, Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan Anton Natakusumah, Direktur Utama PT Bursa Efek Surabaya.
Daniri mengatakan, dalam rangka pelaksanaan scriptless trading, BEJ telah melakukan sistem perdagangan jarak jauh dengan menggunakan sistem host to host yaitu sistem dari kedua belah pihak (anggota bursa dengan broker).
Dengan sistem ini, kedua belah pihak dapat berkomunikasi dua arah secara langsung. Sistem lainnya yang digunakan adalah sistem remote terminal dan remote gateway. "Saat ini di BEJ, sudah ada 97 saham yang dilakukan secara scriptless, dan diharapkan pada 2001 nanti seluruh saham dilakukan secara scriptless," ujar Daniri.
Menyinggung persiapan BES dalam rangka scriptless trading, Anton mengemukakan saat ini BES telah menerapkan sitem remote acces trading (RAT-sistem pedagangan jarak jauh). Ia juga memberikan gambaran bahwa beberapa bursa di Luar negeri sebelum menerapkan e-trading terlebih dahulu menggunakan RAT. Hal tersebut yang menjadi salah satu pertimbangan BES menerapkan RAT.
Masih bermasalah
Daniri mengungkapkan, beberapa masalah hukum yang timbul dalam penerapan sistem perdagangan efek tanpa warkat (scriptless trading), antara lain sifat saham atas nama menjadi sepadan.
Menurut Daniri, dispute
akan terjadi pada masa transisi atau peralihan pada saat masih adanya
fase-fase dalam perdagangan efek yang dilakukan secara manual.
Permasalahan lain yang timbul adalah bahwa data elektronik yang
menggantikan data berbasis kertas sebagai alat bukti belum diatur dalam
perundang-undangan kita. "Dalam KUHAP alat-alat bukti berupa data
elektronik belum diatur. Hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya elektronic crime," ujar Daniri.
Selanjutnya, menurut Daniri, dengan adanya scriptless trading, maka diperlukan revisi atas UU Perseroan Terbatas (UUPT). Dalam revisi tersebut, dimasukan adanya beneficial owner dan legal owner dalam anggaran dasar perusahaan, khususnya dalam perusahaan terbuka.
Masalah yang paling krusial adalah bahwa sistem scriptless trading yang mengarah pada online trading, tidak mengenal lagi batas-batas negara. Akibatnya, menurut Daniri, apabila terjadi suatu dispute atau masalah, akan sulit menentukan yurisdiksi hukum mana yang akan dipakai.
Untuk itu Daniri mengusulkan suatu konsep self regulatory organization (SRO). Setiap anggota dari bursa mengatur anggotanya
masing-masing dengan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. "Sehingga
apabila terjadi suatu masalah, dapat ditentukan sendiri penyelesaiannya
oleh masing-masing member," papar Daniri.
Validasi elektronik
Masalah lain yang
dikemukakan oleh Daniri adalah validasi elektronik. Menurut Daniri,
untuk memastikan bahwa validasi elektronik tidak menyesatkan bagi
masyarakat pemodal, perlu dilakukan audit terhadap sistem informasi.
Daniri mencontohkan,
dalam dunia pasar modal Amerika, dilakukan audit terhadap platform
teknologi yang digunakan. "Untuk aspek legal dan penerbitan ijin
operasi, sistem informasinya diaudit oleh Securities and Exchange Commission (SEC-Bapepamnya Amerika), untuk aspek diaudit oleh lembaga bursanya," jelas Daniri.
Khusus mengenai apakah
data elektronik dapat digunakan sebagai dokumen hukum atau tidak, Daniri
memberikan gambaran mengenai konsep public key infrastructure. Konsep tersebut mengenal empat prinsip: confidentiality (kerahasian yang terjamin), integrity (info tidak dimanipulasi), authentication (identik dengan dokumen otentik) dan non repudiation (kepemilikan tidak dapat disangkal).
Daniri juga mengusulkan
perlunya lembaga khusus yang ditunjuk dan diberikan kewennangan untuk
melakukan akreditasi dan sertifikasi terhadap sistem elektronik yang
digunakan.
Anton menambahkan, dalam perdagangan melalui online, kendala utamanya adalah digital signature (tanda
tangan digital). Sampai saat ini secara hukum positif, hal ini belum
diatur secara pasti. "Kita sendiri belum mengetahui bentuknya seperti
apa, karena memang belum ada konsep jelas," tegas Anton.
Dasar hukum
Menurut Daniri, dasar hukum mengenai scriptless trading
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal sebenarnya
telah tersurat dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 tentang pasar
Modal (UUPM). Pasal tersebut menyatakan, penyelesaian transaksi bursa
dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik atau cara lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Arys Ilyas yang mewakili ketua Bapepam Herwidayatmo, mengatakan bahwa pengaturan scriptless trading
juga tersurat dalam Pasal 56 sampai Pasal 63 UUPM, dan peraturan
Bapepam No. VI.A.3 tentang rekening efek pada kustodian. Peraturan
Bapepam No VI.A.3 pada dasarnya membagi dua kepemilikan dalam penitipan
kolektif, yaitu kepemilikan manfaat (beneficial ownwership) atas efek dan kepemilikan terdaftrar atau register ownership/legal ownership.
Arys menjelaskan, beneficial ownership yaitu
hak pemegang rekening efek atas manfaat tertentu berkaitan dengan efek
yang dicatat dalam penitipan kolektif dalam rekening efek pada peruhaan
efek bank kustodian atau lembaga penyimpanan dan penyelesaian yang
timbul dari kontrak rekening efek antara pemegang rekening dan
kustodian.
Sementara itu, legal ownership atas
efek adalah hak pemegang efek terhadap emiten efek tersebut berkaitan
dengan efek yang terdaftar dalam buku emiten atas nama pemegang efek.
Anton menambahkan, berkaitan dengan penerapan perdagangan efek secara elektronik, international organization of securities commissions (IOSCO) telah mengeluarkan guideline. Guideline yang
diterbitkan pada September 1998 ini harus dijadikan pedoman oleh para
regulator dalam merumuskan kebijakan dan pengaturan perdagangan efek
melalui internet.
Komentar
Posting Komentar