Periodisasi Pemikiran Ekonomi Islam
Periodisasi Pemikiran Islam
Michael Hart dalam bukunya yang
berjudul seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah menempatkan Nabi
Muhammad dalam urutan pertama tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Semasa pemerintahan
Rasululah Saw dari mulai politik & urusan kontitusional, Rasulullah Saw
merubah sistem ekonomi & keuangan Negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an
& Hadist nya Didalam Al-Qur’an telah dituliskan secara jelas semua petunjuk
bagi umat manusia tentunya bisa diambil dan diadobsi menjadi petunjuk untuk
semua urusan manusia.
Sumber hukum ekonomi
Islam adalah al quran dan al hadist. Al quran merupakan wahyu Allah yang
diturunkan melalui Jibril kepada Muhammad SAW untuk disampaikan pada manusia.
Hadist merupakan ucapan dan tindakan Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah
untuk menjadi utusannya. Al quran dan al hadist memiliki nilai universal yang
tidak hanya berisikan kaidah ekonomi namun segenap dimensi kehidupan manusia,
tidak saja menjelaskan kehidupan di masa Rasulullah SAW tetapi juga menjelaskan
kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan manusia di dunia.
Ilmu ekonomi konvensional yang tidak di dasarkan atas wahyu lebih banyak mengunakan konteks masalah dimana pemikiran ekonomi tersebut hidup. Mereka mengunakan teori yang berasal dari asumsi-asumsi yang dibangun oleh sejarah pada waktu teori tersebut ditemukan. Maka karakter pemikiran-pemikiran ekonomi ortodok sangat dipengaruhi oleh latar beakang kehidupan mereka, seperti the Wealth of Nation yang disusun Adam Smith
Ilmu ekonomi konvensional yang tidak di dasarkan atas wahyu lebih banyak mengunakan konteks masalah dimana pemikiran ekonomi tersebut hidup. Mereka mengunakan teori yang berasal dari asumsi-asumsi yang dibangun oleh sejarah pada waktu teori tersebut ditemukan. Maka karakter pemikiran-pemikiran ekonomi ortodok sangat dipengaruhi oleh latar beakang kehidupan mereka, seperti the Wealth of Nation yang disusun Adam Smith
Ekonomi Islam lahir
sejak Rasulullah SAW (569-632) menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Mekah
dan Madinah, kemudian di lanjutkan oleh khulafaurashidin yang membangun
pemerintahan selama 29 tahun, dari 632 sampai 661 masehi. Seterusnya di
lanjutkan oleh bani Umayah dari tahun 661 sampai 750, muncul ekonomi Zayd bin
Ali (738). Di masa bani Abbasiyah dari 7 tahun, dari 750 sampai 1258 masehi
muncul ekonomi muslim seperti Abu Hanifah (767); Al-Awza’I (774), Imam Malik
(Madinah:796); Abu Yusuf (798); Muhammad bin Hasan al-Shaibani (804) dan
sebagainya. Akhirnya pada abad 11 muncul ekonom muslim yang cukup populer
seperti, ibnu Khaldum (1040) Al Ghazali (1111) sampai Shah Waliullah (1762).
Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi konvensional, karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah SAW hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomikonvensional yang memaksa kehadiran ekonomi Islam
Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi konvensional, karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah SAW hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomikonvensional yang memaksa kehadiran ekonomi Islam
Sebenarnya
ada dua macam sejarah ekonomi:
- Sejarah ekonomi yang merefleksikan evolusi pemikiran tentang ekonomi.
- Sejarah perekonomian yang menggambarkan bagaimana perekkonomian itu bisa menjadi perekonomian suatu bangsa misalnya, Indonesia.
Dalam sejarah pemikiran ekonomi
paling tidak dikenal 2 jenis pertama, Sejarahlah yang membeberkan evolusi
pemikiran yakni suatu pemikiran dapat bersumber dari beberapa pemikir. Kedua,
Menceritakan riwayat hidup dan pemikiran tokoh-tokoh pemikir besar seperti Adam
Smith, Joseph Schumpeter, John Maynard Keynes dll.
Sebelum islam datang dikota Yasrib
sangat tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara
penuh tentang islam. Hukum dan pemerintahan di kota ini tidak pernah berdiri
tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam dalam ketidak pastian apa lagi
dalam urusan ekonomi. Auz dan kharaz yang merupakan dua kabilah
terbesar yang ada dikota yasrib senantiasa terlibat dalam pertikaian dalam
merebutkan kekuasaan. Oleh karena itu, beberapa kelompok menemui nabi Muhammad
Saw. Yang terkenal dengan panggilannya Al-Amin (terpecaya) untuk meminta nya
agar menjadi pemimpin mereka, mereka berjanji akan selalu menjaga keselamatan
nabi dan para pengikutnya serta ikut memelihara dan mengembangkan agama Islam.
Pada masa ini Islam mendapat tantangan dan rintangan yang sangat besar dari
kaum Quraisy selama 13 tahun sejak wahyu pertama diturunkan, Nabi Muhammad Saw
berhijrah dari kota Mekkah ke kota Yasrib. Sejak itu kota yasrib menjadi kota madinah.
Sebelum islam datang kehidupan
masyarakat sangat buruk dari segi masyarakat, pemerintahan, intitusi karena
mereka selalu bertentangan degan prinsip ajaran islam. Para Bankir Yahudi mulai
mewarnai kehidupan umat isalam dengan cengkraman ribawi. Jauh dari
nilai-nilai Qur’ani seperti persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan.
Perekonomian
Arab etika itu adalah adalah ekonomi dagang bukan ekonomi yang berbasis sumber
daya alam; minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Valuta asing dari Persia dan Romawi yang menjadi alat bayar resmi adalah Dirham
dan Dinar, Sistem devisa bebas diterapkan dan devisa sebagai alat
pembayaran yang sah dan resmi. Bahkan Sayyidina Umar Ibn Khattab pernah
menggunakan Instrumen Cek untuk mempercepat distribusi barang yang
diimpor dari Mesir ke Madinah.
Instrumen Anjak piutang yang baru
populer pada tahun 1980-an telah terkenal sejak zaman Rasul dengan nama Al-Hiwalah
tetapi tidak pakai bunga tentunya dan itu sejak zaman rasul dan para sahabat.
Ingatlah Rasulullah Saw telah menjadi pedagang internasional sejak usia dini
ketika beliau berumur 12 tahun beliau ikut pamannya ke Syam untuk berdagang dan
pada umur 16 tahun beliau pergi berdagang lagi dengan pamannya ke Yaman.
Monopoli boleh tetapi Monopoli’s Rent tidak boleh dan globalisasi dibuka
seluas-luasnya, transaksi maya ditutup dengan serapat-rapatnya. Pada zaman
rasul gaji pegawai negeri tidak besar namun dengan pola yang sederhana dan
nilai uang yang stabil mereka bisa hidup layak dan mampu membayar zakat.
Fase Pertama (450/1058 M)
Fase pertama
merupakan fase abad awal sampai abad ke-5 Hijriyah atau abad ke-11 masehi yang
dikenal dengan Fase Dasar-dasar Ekonomi Islam yang Dirintis oleh para Foqoha
diikuti oleh Sufi kemudian Filosof.
Fokus fiqh adalah
apa yang diturunkan oleh syariah dan dalam konteks ini para fuqoha
mendiskusikan tentang fenomena ekonomi. Tujuan mereka tidak terbatas pada
penggambaran dan penjelasan fenomena ini namun demikian dengan mengacu pada
Al-Qur’an dan Hadist Nabi mereka mengeksplorasi konsep maslahah (Utility)
dan Mafsadah (Disutility) yang terkait dengan aktivitas ekonomi.
Pemikiran yang timbul terfokous kepada apa manfaat sesuatu yang dianjurkan dan
apa kerugian bila melaksanakan yang dilarang oleh agama. Pemaparan para fuqoha
tersebut mayoritas bersifat normatif dengan wawasan positif ketika berbicara
tentang prilaku yang adil, kebijakan yang baik, dan batasan-batasan yang
dibolehkan dengan masalah dunia.
Sedangkan
kontibusi tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajengannya dalam
mendorong kemitraan yang saling menguntungkan tidak rakus dalam memanfaatkan
kesempatan yang diberikan Allah Swt, dan secara tetap menolak penempatan
tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi.
Sementara filosof muslim dengan tetap
berdasarkan syariah dalam keseluruhan pemikirannya. Tokoh-tokoh pemikiran
ekonomi Islam pada fase pertama ini adalah. Diwakili oleh Zaid bin Ali (80
H/738 M), Abu Hanifah (150 H/767 M), Ubaid bi Sallam (224 H/838 M), Ibnu
Maskawih (421 H/1030 M) kemudian Al-Mawardi (450 H/1058 M). dan Abu Yusuf (182
H/798 M).
Ide-ide pemikiran yang pernah
diciptakan fuqoha dan berdampak pemikiran yang positif antara lain:
Abu Yusuf (798 M) adalah
ekonom pertama yang menulis secara khusus tentang kebijakan ekonomi dan
kitabnya Al-Kharaz yang menjelaskan tentang kewajiban ekonomi pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan rakyat nya. Menyarankan adanya zakat pertanian dan menentang
adanya pajak, bagaimana membiayai jembatan, bendungan, dan irigasi.
Fase KeDua (1058 M-1446 M)
Fase kedua
dimulai pada abad ke-11 sampai pada abad ke-15 masehi dikenal sebagai fase yang
cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Para
cendikiawan muslim dimasa lampau mampu menyusun konsep tentang bagaimana umat
melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist
Nabi. Pada saat yang bersamaan sisi lain mereka menghadapi realitas politik
yang ditandai oleh dua hal :
- Disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abbassiyah dan terbaginya kerajaan kedalam beberapa kekuatan regional yang mayoritas didasarkan pada kekuatan (power) ketimbang kehendak rakyat.
- Merebaknya korupsi dikalangan para penguasa diiringi dengan dekadensi moral dikalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin.
Pada masa ini
wilayah kekuasaan islam yang terbantang dari Maroko sampai Spanyol Barat hingga
India di Timur telah melahirkan berbagai pusat kegiatan intelektual.
Tokoh-tokoh
pemikir ekonomi islam pada fase ini diwakilkan oleh:
Al-Ghazali (w.
505 H/1111 M), Ibnu Taymiyah (w. 728/1328 M), Al-Syatibi (w. 790 H/1388 M),
Ibnu Khaldun (beliau dapat dianggap sebagai pelopor perdagangan fisiokrat dan
penulis klasik seperti misalnya, Adam Smith, dan penulis Neo klasik lainnya
seperti Keynes), dan Al-Maqirizi (845 H/1441 M).
Ide-idenya
Al-Ghazal menjelaskan fungsi-fungsi uang dalam perekonomian jauh sebelum
lahirnya Adam Smith 700 tahun sebelum bapak ekonomi konvensional menulis
bukunya The Wealth of Nation.
Fese Ketiga 1446 M-1932 M
Fase ketiga
yang dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi merupakan fase tertutupnya
ointu ijtihad ( Independent Judgement ) yang mengakibatkan fase ini dikenal
dengan Fase STAGNASI.
Pada fase ini
para fuqoha hanya menulis catatan-catatan para pendahulu nya dan mengeluarkan
fatwa-fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi maing-masing mazhab. Namun
demikian, terdapat sebuah gerakan pembaru selama dua abad terakhir yang menyeru
untuk kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad Saw sebagai
sumber pedoman hidup.
Tokoh-tokoh Pemikir Ekonomi Islam pada
fase ini adalah :
Shah Wali Allah (w. 1176 H/1762 M),
Jamaluddin Al-Afgani (w. 1315 H/1897 M), Muhammad Abduh (w. 1320 H/1905 M), dan
Muhammad Iqbal (w. 1357 H/1938 M).
Fase Ekonomi Islam Kontemporer
Sejak
Negar-negara muslim secara fisik berhasil membebaskan dirinya dari penjajahan
dan kolonialisme barat pada pertengahan abad ke-20. Mereka segera
memasuki dunia baru dengan persoalan pembangunan dan perekonomian yang rumit.
Pada saat yang
sama ekonomi islam dan keuangan islam mulai memperlihatkan sosoknya sebagai
suatu alternatif baru yang diambil dari sari pati ajaran islam. Pada Dasawarsa
1970-an dan 1980-an dimulai dari kajian-kajian tentang ekonomi dan keuangan
Islam di Timur Tengah serta Negara Muslim lainnya. Buah dari kajian tersebut
adalah didirikannya Islamic Development Bank di Jeddah tahun 1975 yang
diikuti pendirian bank-bank islam lainnya. Salah satu ciri yang paling dominan
pada masa abad ini adalah pertikaian dan persaingan yang diada henti antara Kapitalisme
dan Komunisme. Masing-masing dari kedua dokrin tersebut melakukan yang
terbaik untuk menjadikan visi kehidupan sosioekonomi nya berlaku, dan kalau
bisa menguasai dunia secara keseluruhan.
Disebabkan
keunggulan dua Idiology ini dalam rentang waktu yang cukup panjang, Mayoritas
umat manusia dalam kurun waktu itu sampai percaya bahwa mereka tidak mempunyai
pilihan lain kecuali harus memiliki salah satu diantara keduanya. Dalam belahan
pertama abad ini kita telah menyaksikan sebagian kaum muslimin kehilangan daya
nya karena menderita dibawah kekuasaan asing. Suara yang paling lantang ketika
itu berasal dari anak Asia Selatan yaitu suara Muhammad Iqbal ( 1939 M).
Sejarah Ekonomi Islam Di Lihat Dari Para Tokoh-Tokoh
Setelah Rasulullah Saw Suatu Survai
Sejarah Islam umumnya adalah sejarah
politik dan agama dan jarang menjelaskan aspek perekonomian. Dengan studi ini
kita bisa “membongkar” sejarah Islam dalam aspek ekonomi.
Bahkan secara
khusus, M.A. Sabzwari, berhasil melukiskan “Sistem Ekonomi dan Fiskal” pada
pemerintahan Rasulullah Saw. Ini merupakan tulisan sejarah yang sangat unik.
Dari situ kita dapat memperoleh keterangan bahwa Rasulullah Saw ternyata bukan
hanya seorang pemimpin masyarakat dan Negara, panglima militer, bahkan ternyata
juga seorang “teknokrat” yang melaksanakan pembangunan yang komperhensif. Dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah Saw melaksanakan politik kemakmuran dan
kesejahteraan yang sangat kentara berdimensi keadilan. Disitu tampak eratnya
kaitan antara agama dan ekonomi. Politik kemakmuran ini dilanjutkan di zaman
modern.
Kontribusi kaum
muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran
ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh
para Ilmuan Barat. Buku-buku ekonomi barat hampir tidak pernah menyebut peranan
kaum Muslimin ini. Menurut Chapra, meskipun sebagian kesalahan terletak
ditangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai kontribusi
kaum Muslimin, tetapi Barat memiliki andil dalam hal ini, karena tidak
memberikan penghargan yang layak atas kontribusi peradaban lain bagi kemajuan
pengetahuan manusia.
Para sejarawan
Barat telah menulis sejarah ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa periode antara
Yunani dan Skolastis adalah steril dan tidak produktif. Sebagi contoh,
sejarawan sekaligus ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, sama sekali
mengabaikan peranan kaum Muslimin. Ia memulai penulisan sejarah ekonominya dari
para filosof yunani dan langsung melakukan loncatan jauh selama 500 tahun,
dikenal sebagai The Great Gap, ke zaman St. Thomas Aquinas
(1225-1274 M).
Adalah hal yang
sangat sulit untuk dipahami mengapa para ilmuan Barat tidak menyadari bahwa
sejarah pengetahuan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, yang dibangun
diatas pondasi yang diletakkan para ilmuan generasi sebelumnya. Jika proses ini
didasari dengan sepenuhnya, menurut Chapra, Schumpeter mungkin tidak
mengasumsikan adanya kesenjangan yang besar selama 500 tahun, tetapi mencoba
menemukan pondasi di atas para ilmuan Skolastik dan Barat mendirikan bangunan
intelektual mereka.
Sebaliknya, meskipun telah
memberikan kontribusi yang besar, kaum Muslimin tidak lupa mengakui utang
mereka kepada para Ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Halini sekaligus
mengindikasikan inklusivitas para cendikiawan Muslim masa lalu terhadap
berbagai ide pemikiran dunia luar selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
Sejalan dengan ajaran Islam tentang
pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
Hadist Nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya merupakan
respon para cendikiawan Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada
waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam seusia
Islam itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar